“Folklor”
1. PENGERTIAN FOLKLOR
Berdasarkan asal katanya, folklor berasal dari dua kata yaitu folk dan lore. Kata folk dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain dapat berwujud: warna kulit yang sama, rambut yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi. Di samping itu, yang paling penting adalah mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore diartikan sebagai tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun, baik secara lisan maupun melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat.
Pengertian folklore secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu. James Dananjaya (seorang ahli folklor) menyebutkan sembilan cirri folklore, yaitu sebagai berikut:
a. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut terkadang dengan gerak isyarat; dari generasi satu ke generasi berikutnya, jadi bukan melalui cetakan, rekaman atau media elektronik lainnya. Proses pewarisan ini berlangsung dalam kehidupan sehari-hari.
b. Tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau bentuk baku, kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi)
c. Ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini karena cara penyebarannya yang secara lisan tadi, sehingga oleh proses lupa diri manusia folklor dapat dengan mudah mengalami perubahan. Walaupun demikian seringkali perbedaannya hanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi.
d. Anonim, yakni nama penciptanya sudah tidak dikenal lagi, sehingga menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Dalam hal ini setiap anggota kolektif yang bersangkutan boleh merasa memilikinya.
e. Mempunyai bentuk berumus atau berpola. Cerita rakyat, misalnya, selalu menggunakan kata-kata klise seperti “bulan empat belas hari” untuk menggambarkan kemarahan seseorang, atau ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan, dan kalimat-kalimat atau kata-kata pembukaan dan penutup yang baku, seperti “sohibul hikayat… dan mereka pun hidup bahagia untuk seterusnya,” atau “Menurut empunya cerita”
f. Mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat misalnya mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipurlara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
g. Pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum, yang tidak sesuai dengan logika Aristotelian. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.
h. Milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
i. Bersifat polos, spontan dan lugu, sehingga seringkali kelihatan kasar, bahkan porno atu bersifat sara. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.
2. FUNGSI FOLKLOR
Kegunaan folklore, khususnya lisan dan sebagian lisan, adalah folklore dapat mengungkapkan kepada kita bagaimana folk nya berfikir, selain dirasakan penting dalam suatu masa oleh folk pendukungnya. Adapun fungsi folklore menurut William R.Bascom, guru besar dalam ilmu folklore di Universitas California Berkeley , yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif.
a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif.
b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
c. Sebagai alat pendidik anak.
d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
Sebagaimana telah dikemukakan, manusia praaksara telah memiliki kesadaran sejarah. Salah satu cara kita untuk melacak bagaimana kesadaran sejarah yang mereka miliki ialah dengan melihat bentuk folklore.
3. BENTUK FOLKLOR
Bentuk folklore yang berkaitan dengan kesadaran sejarah adalah cerita prosa rakyat. Termasuk prosa rakyat antara lain mite atau mitologi dan legenda.
Unsur-unsur kebudayaan yang mempunyai ciri-ciri khas itu, dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar yakni folklor lisan, folklor sebagian lisan dan folklor bukan lisan. Kelompok yang terakhir dapat dibagi menjadi dua sub kelompok lagi yakni yang material dan yang non material.
Unsur-unsur kebudayaan yang mempunyai ciri-ciri khas itu, dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar yakni folklor lisan, folklor sebagian lisan dan folklor bukan lisan. Kelompok yang terakhir dapat dibagi menjadi dua sub kelompok lagi yakni yang material dan yang non material.
a. Folklore lisan adalah folklore yang bentuknya memang murni lisan, antara lain sebagai berikut:
>bahasa rakyat (folk speech), seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan pangkat kebangsawanan
>ungkapan tradisional, seperti pribahasa, pepatah, dan pameo
>pertanyaan tradisional, seperti teka-teki
>puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan dongeng
>nyanyian rakyat
b. Folklore sebagian lisan adalah campuran unsure lisan dengan bukan lisan, misalnya tahayul. Bentuk-bentuk foklor yang termasuk sebagian lisan antara lain:
1. keparcayaan rakyat
2. permainan rakyat
3. adat istiadat
4. upacara
5. pesta rakyat
c. Folklore bukan lisan adalah folklore yang bentuk nya bukan lisan, tetapi cara penyebarannya diajarkan secara lisan. Di kelompokkan dalam 2 kelompok, yakni:
1. Kelompok materil meliputi rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, kerajinan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat.
2. Kelompok bukan materil meliputi gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat dan music rakyat.
4. SEJARAH PERKEMBANGAN FOLKLOR
Folklor merupakan hazanah sastra lama. Sastra folklor ini berkembang setelah William John Thoms, seorang ahli kebudayaan antik dari Inggris mengumumkan artikelnya dalam majalah Athenaeum No. 982 tanggal 22 Agustus 1846, dengan mempergunakan nama samaran Ambrose Merton. Dalam majalah tersebut Thoms menciptakan istilah folklore untuk sopan santun Inggris, takhayul, balada, dan tentang masa lampau. Sejak itulah folklore menjadi istilah baru dalam kebudayaan. Secara etimologi, folk artinya kolektif, atau ciri-ciri pengenalan fisik atau kebudayaan yang sama dalam masyarakat, sedangkan lore merupakan tradisi dari folk. Atau menurut pendapat Alan dalam Danandjaja, folklor adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenalan fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Arti folklor secara keseluruhan menurut pendapat Danandjaja, sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).
Menurut pendapat Soeryawan (1984: 21) folklor adalah bentuk kesenian yang lahir dan menyebar di kalangan rakyat banyak. Ciri dari seni budaya ini yang merupakan ungkapan pengalaman dan penghayatan manusia yang khas ialah dalam bentuknya yang estetis-artistis. Karena di dalam melaksanakan hubungan-hubungan yang komunikatif, seni mengungkapkannya melalui bentuk-bentuk estetis yang dipilihnya.
Pendapat Rusyana, folklor adalah merupakan bagian dari persendian cerita yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat.
Sedangkan menurut pendapat Iskar dalam H.U. Pikiran Rakyat (22-Januari-1996) folklor adalah kajian kebudayaan rakyat jelata baik unsur materi maupun unsur nonmaterinya. Kajian tersebut kepada masalah kepercayaan rakyat, adat kebiasaan, pengetahuan rakyat, bahasa rakyat (dialek), kesusastraan rakyat, nyanyian dan musik rakyat, tarian dan drama rakyat, kesenian rakyat, serta pakaian rakyat.
Menurut pendapat Soeryawan (1984: 21) folklor adalah bentuk kesenian yang lahir dan menyebar di kalangan rakyat banyak. Ciri dari seni budaya ini yang merupakan ungkapan pengalaman dan penghayatan manusia yang khas ialah dalam bentuknya yang estetis-artistis. Karena di dalam melaksanakan hubungan-hubungan yang komunikatif, seni mengungkapkannya melalui bentuk-bentuk estetis yang dipilihnya.
Pendapat Rusyana, folklor adalah merupakan bagian dari persendian cerita yang telah lama hidup dalam tradisi suatu masyarakat.
Sedangkan menurut pendapat Iskar dalam H.U. Pikiran Rakyat (22-Januari-1996) folklor adalah kajian kebudayaan rakyat jelata baik unsur materi maupun unsur nonmaterinya. Kajian tersebut kepada masalah kepercayaan rakyat, adat kebiasaan, pengetahuan rakyat, bahasa rakyat (dialek), kesusastraan rakyat, nyanyian dan musik rakyat, tarian dan drama rakyat, kesenian rakyat, serta pakaian rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar